Cara Berpakaian Muslimah dan Tantangannya Saat Ini




Manusia memiliki sifat dinamis dalam perilakunya. Seperti kata Freire, ia punya daya kritis terhadap titik batas situasinya yang membuatnya bisa melakukan perubahan-perubahan. Secara kolektif, terbentuk pula perilaku masyarakat yang tidak lepas dari kemungkinan adanya perubahan.

Bangsa ini pun tumbuh dengan berbagai perubahan, termasuk sikap beragama. Generasi ke generasi ada beberapa titik perbedaan kondisi dan respon. Begitu pula sekarang. Ada sumber penelitian yang bilang kalau generasi muda punya minat keagamaan yang tinggi di beberapa wilayah, dan sayangnya mereka justru terindikasi terpapar ekstremisme. Dibalik keadaan itu, pendidikan tentu perlu diintrospeksi kembali. Apakah semua pihak, dari keluarga, tidak hanya sekolah, sudah melakukan proses pendidikan dengan bijak dan tepat.

Bukan sebuah kesalahan ketika manusia menjawab panggilan nuraninya untuk menjadi hamba Tuhan yang baik. Namun, penafsiran dan perwujudannya beragam. Pada tahap kesadaran kita sebagai hamba, manusia rela melakukan tindakan yang terkadang tampak irasional sebab kepercayaannya.

Beberapa tahun lalu, aku sendiri sempat memakai hijab sepanjang lutut beberapa kali, ketika jaman belum ada mode-mode syar'i. Tampak mengerikan dan tidak biasa? Jelas iya. Meski ada yang tetap setia menemani, tapi sebagian besar lingkungan tentu belum terbiasa. Alasannya? tentu mengamalkan ilmu agama yang saat itu ku dapatkan, tidak lain untuk memperbaiki diri.

Nggak lama kemudian, barulah aku belajar bahwa pengamalan agama beberapa tidak bisa lepas dari konteks masyarakat. Islam menyediakan begitu banyak pendapat agar menjadi rahmat bagi berbagai kondisi masyarakat. Perubahan menuju individu, bahkan masyarakat yang lebih baik bukanlah hal yang mustahil. Tetapi semua memiliki tahap dan kesiapannya masing-masing.

Pada saat ini hijab bukan semata sebagian kecil dari kepatuhan pada Tuhan. Ia masih dipandang (selain sebagai bentuk ketaatan) juga sebagai komitmen untuk benar-benar berusaha menghindari larangan-Nya baik dosa ibadah maupun dosa sosial. Ketika orang yang berhijab melakukan dosa sosial, muncul sindiran "berhijab kok gitu". Adapula yang bersikap demikian hanya pada yang berhijab besar.

Mode hijab syar'i mulai berkembang, dan hijab besar mulai dianggap biasa untuk kebutuhan mode ketika perayaan hari besar atau momen tertentu. Namun pemakaiannya pada kegiatan sehari-hari masih membutuhkan waktu untuk diterima. Maka dari itu, muslimah saat ini dalam berpakaian, tidak cukup semata saklek pada satu madzhab tertentu. Prinsip orang Jawa untuk "empan papan", menyesuaikan tempat, waktu, dan situasi perlu diadopsi dan diakumulasi. Karena beragama dalam masyarakat nyatanya tak cukup dengan keterampilan ilmu melainkan juga kecerdasan dan kepekaan sosial.