Tanpa Judul

Ada kata yang tak bisa diungkapkan. Boleh jadi karna ia menjaga perasaan, ataukah rasa yang tak bisa diucapkan dengan kata-kata. Pun dengan berusaha mencintai-Mu. Mengimanimu pun aku masih mempertanyakan apakah aku sudah benar mengimani-Mu. Dalam itu, muncul kecemasanku.

Keridhoan-Mu kucoba rengkuh dengan tangan, kepala, dan kakiku. Hingga ku tak tahu sudah berapa lama aku berjalan, seberapa lelah aku mengayuh, mengusap keringat dan airmata. Di situ, muncul kecemasanku, sampai berapa lama aku bertahan. Dimana aku berjalan?

Aku susuri pelan-pelan. Ku hanya punya satu jalan. Mereka bilang ini benar. Dan aku yakini demikian sementara ini. Terkadang, ingin aku melihat mengenal jalan lainnya, tapi belum cukup keberanian dan pembatasanku dengan tepat rupanya.

Jika di jalan-Mu dan menuju-Mu aku harus berpuasa, boleh dikatakan selama ini aku belum berpuasa. Berpuasa dari keinginanku yang tak perlu, dari suara hatiku yang kesini kesitu untuk diam-diam mengkhianati-Mu.

Segala kebaikan-Mu, aku merasakannya lebih lebih dan lebih setiap hari. Sampai aku pun cemas, bagaimana aku akan membalas. Syukur dan maaf, entah seberapa jarang Engkau dengar itu dari hatiku. Seberapa banyak detik yang aku siakan untuk melupakan-Mu.

Namun aku harap, Engkau membimbingku, dalam setiap seretan langkah kakiku, merangkakku, mengayuhku, keringat, dan air mataku. Aku tahu aku harus tangguh. Dan sesungguhnya tak ada ketangguhan dan kekuatan melainkan dengan kehendak-Mu.